BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Banyak wilayah di
Indonesia, khususnya di daerah-daerah yang jauh dari pusat kota, di mana
sebagian besar penduduknya mungkin belum mengetahui banyak informasi mengenai
Autis. Para penderita gangguan ini mendapat perlakuan yang tidak
selayaknya.Perlakuan yang tidak layak dalam konteks ini adalah mungkin dianggap
‘gila’ oleh masyarakat atau tidak mendapat perawatan yang tepat. Labeling
inilah yang menghambat proses pengoptimalisasian potensi yang dimiliki anak-anak
Autis. Tak jarang juga keluarga penderita juga mendapat atribusi yang tidak mengenakkan
dari masyarakat.
Melalui makalah ini
kami mencoba untuk memberi sedikit informasi mengenai karakteristik penderita,
pendidikan apa yang dapat kita ajarkan pada para penderita, juga
penyebabnya. Dengan mengetahui penyebab gangguan, kami berharap dapat membawa
wacana mengenai langkah preventif yang dapat dilakukan.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
latar belakang di atas adapun rumusan maslah adalah sebagai berikut :
a. Apa
yang dimaksud dengan Autis?
b. Apa
sajakah penyebab dari Autis?
c. Apa
sajakah karakteristik penderita Autis?
d. Apa
sajakah terapi yang harus dilakukan penderita Autis?
C.
TUJUAN
MAKALAH
Adapun tujuan
makalah sebaga berikut :
a. Agar
dapat mengerti apa yang dimaksud dengan Autis
b. Agar
dapat mengetahuin penyebab dari Autis
c. Agar
dapat memahami karakteristik dari penderita Autis
d.
Agar dapat mengetahui terapi
apa saja yang harus dilakukan oleh si penderita Autis
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AUTIS
Autis berasal dari kata “Autos” yang berarti
segala sesuatu yang mengarah pada diri sendiri. Dalam Kamus Lengkap Psikologi,
Autisme didefinisikan sebagai berikut.
1.
Cara berpikir yang dikendalkan oleh kebutuhan personal atau diri
sendiri.
2.
Menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, menolak
realitas.
3.
Keasyikan ekstrim dengan pikiran fantasi sendiri. (Chaplin, h.46, 2005)
Autistic
disorder merupakan adanya gangguan atau abnormalitas perkembangan pada
interaksi sosial dan komunikasi serta ditandai dengan terbatasnya aktifitas dan
ketertarikan. Munculnya gangguan ini sangat tergantung pada tahap perkembangan
dan usia kronologis individu. Autistic disorder kadang-kadang dianggap early
infantile autism, childhood autsm, atau kanner’s autism.
Perilaku
Autistic digolongkan kedalam dua jenis yaitu perilaku eksesif (berlebihan) dan
perilaku yang deficit (berkekurangan). Yang termasuk perilaku eksensif adalah
hiperaktif dan tantrum (mengamuk) yaitu berupa menjerit, menggigit, mencakar,
memukul dan sebagainya. Dan terkadang anak juga sering menyakiti dirinya
sendiri (self-abused). Sedangkan perilaku deficit dapat ditandai dengan
gangguan bicara, perilaku sosial kurang sesuai, deficit sensori sehingga dikira
tuli, bermain tidak benar dan emosi yang tidak tepat, misalnya tertawa-tawa
tanpa sebab, menangis tanpa sebab, dan melamun.
World Health Organization's International
Classification of Diseases (ICD-10) mendefinisikan autisme (dalam hal ini
khusus childhood autism) sebagai adanya ke abnormalan atau gangguan perkembangan
yang muncul sebelum usia tiga tahun dengan tipe karakteristik tidak normalnya
tiga bidang yaitu interkasi social, komunikasi, dan perilaku yang diulang-ulang
(World Health Organozation, h. 253, 1992).
WHO juga mengklasifikasikan autisme sebagai
gangguan perkembangan hasil dari gangguan pada system syaraf pusat manusia.
Autisme dimulai pada awal masa kanak-kanak dan dapat diketahui pada minggu
pertama kehidupan. Dapat ditemukan pada semua kelas social ekonomi maupun pada
semua etnis dan ras. Penderita autisme sejak awal kehidupan tidak berhubungan
dengan orang lain dengan cara yang biasa. Sangat terbatas pada kemampuan bahasa
dan sangat terobsesi agar segala sesuatu tetap pada keadaan semula (sama).
Delapan puluh persen anak autis memiliki IQ
dibawah 70 (Davison, h. 436-437, 1998) yang bisa digolongkan juga sebagai
retardasi mental. Akan tetapi autisme berbeda dengan retardasi mental. Penderita retardasi mental
menunjukkan hasil yang memprihatinkan pada semua bagian dari sebuah tes
inteligensi. Berbeda
dengan penderita autis, mereka mungkin menunjukkan hasil yang buruk pada hal
yang berhubungan dengan bahasa tetapi mereka ada yang menunjukkan hasil yang
baik pada kemampuan visual-spatial, perkalian empat digit atau memiliki long
term memory yang baik. Mereka
mungkin memiliki bakat besar yang tersembunyi.
Prevalensinya adalah 5 : 10.000 dengan
perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 4 : 1. Jadi anak
laki-laki memiliki kemungkinan mengidap autisme lebih besar dibanding anak
perempuan.
B. PENYEBAB AUTIS
Menurut CDC tidak ada yang tahu apa yang
menyebabkan anak-anak menjadi autis. Para ilmuan berpikir bahwa ada hubungan
genetic dan lingkungan. Untuk mengetahui penyebab pasti dari autism sangat sulit karena otak
manusia sangat rumit. Otak mengandung sel saraf lebih dari 100 milyar neuron. Setiap neuron mungkin
memiliki ratusan atau ribuan sambungan yang membawa pesan ke sel-sel saraf lain
di otak dan tubuh. Neurotransmitter menjaga neuron bekerja sebagaimana
mestinya, seperti Anda dapat melihat, merasakan, bergerak, mengingat, emosi
pengalaman, berkomunikasi, dan melakukan banyak hal-hal penting lainnya.
Dalam otak anak-anak autisme, beberapa
sel-sel dan koneksi tidak berkembang secara normal atau tidak terorganisir
seperti seharusnya. Para ilmuan masih mencoba untuk memahami bagaimana dan mengapa hal ini
terjadi.
Sejumlah kemungkinan penyebab autis antara
lain sebagaiberkut :
1.
Diet
2.
Perubahan saluran pencernaan
3.
Keracunan merkuri
Selain
itu, adapun pendapat lain tentang penyebab autis yaitu menurut pendapat Bruno
Bettelheim, dengan pendekatan Psikoanalisis dia berpendapat bahwa ketika
seorang anak berhadapan dengan sebuah dunia yang tidak responsive yaitu yang
merusak dan menyebabkan frustrasi, anak akan menarik diri dari orang lain
(Kendall, h. 514, 1998). Tapi pendapat ini tidak banyak memberikan bukti ilmiah
yang dibutuhkan untuk mendukung teori tersebut.
Melalui pendekatan behaviorisme, Ferster mengemukakan pendapat bahwa dikarenakan ketidakpedulian orang tua, khususnya ibu, menghentikan pembangunan hubungan yang menjadi reinforcerment bagi manusia untuk bersosialisasi (Davison, h. 444, 1998).
Akan tetapi autisme tampaknya tidak disebabkan oleh tingkah laku orang tua yang dingin, tidak peduli, maupun perilaku patologis lainnya. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh David Hansen dan Irving Gottesman dapat disimpulkan bahwa tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa factor genetic tidak sepenuhnya berperan dalam perkembangan autisme (Kendall, h. 514, 1998). Memang ditemukan kelainan kromosom pada anak autis, namun kelainan itu tidak selalu pada kromosom yang sama (Handojo, h. 14, 2003).
Melalui pendekatan behaviorisme, Ferster mengemukakan pendapat bahwa dikarenakan ketidakpedulian orang tua, khususnya ibu, menghentikan pembangunan hubungan yang menjadi reinforcerment bagi manusia untuk bersosialisasi (Davison, h. 444, 1998).
Akan tetapi autisme tampaknya tidak disebabkan oleh tingkah laku orang tua yang dingin, tidak peduli, maupun perilaku patologis lainnya. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh David Hansen dan Irving Gottesman dapat disimpulkan bahwa tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa factor genetic tidak sepenuhnya berperan dalam perkembangan autisme (Kendall, h. 514, 1998). Memang ditemukan kelainan kromosom pada anak autis, namun kelainan itu tidak selalu pada kromosom yang sama (Handojo, h. 14, 2003).
Diyakini bahwa gangguan
tersebut terjadi pada fase pembentukan organ-organ (organogenesis) yaitu pada
usia kehamilan antara 0-4 bulan. Organ otak sendiri baru terbentuk pada usia
kehamilan setelah 15 minggu. Pada kehamilan trisemester pertama yaitu 0-4 bulan
factor pemicu autisme biasanya terdiri dari infeksi toxoplasma, rubella,
candida, logam berat (Pb, Al, Hg, Cd), zat aditif (MSG, pengawet, pewarna),
obat-obatan, jamu peluntur, muntah-muntah yang hebat (hiperemesis), pendarahan
berat. Pada
proses kelahiran yang lama di mana terjadi gangguan nutrisi dan oksigenasi pada
janin ataupun pemakaian forsep juga dapat memicu terjadinya autisme. Sesudah
lahir atau post-partum, autisme juga dapat terjadi karena pengaruh infeksi pada
bayi, imunisasi MMR, dan hepatitis B, logam berat, zat pewarna, MSG, zat
pengawet, protein susu sapi (kasein), dan protein tepung terigu (gluten). Pada sebuah studi, subjek
autisme menunjukkan pengurangan aktifitas otak, otak penderita autisme sedikit
lebih lebar dan berat dari pada orang normal, dan syaraf-syarafnya dideskripsikan
sebagai tidak berkembang dengan matang. Dari penelitian yang
dilakukan para pakar dari banyak Negara ditemukan beberapa fakta yaitu adanya
kelainan anatomis pada lobus patietalis cerebellum dan system limbiknya 43 %
penyandang autisme mempunyai kelainan pada lobus parietalis otaknya yang
menyebabkan anak tidak peduli dengan lingkungannya. Kelainan juga ditemukan
pada otak kecil yang berfungsi pada proses sensoris, daya ingat, berfikir,
belajar berbahasa, dan proses atensi yaitu pada lobus ke VI dan VII. Sel purkinye juga sangat
sedikit sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan dopamine yang
mengakiatkan terjadinya gangguan penghantaran impuls di otak. Selain itu
ditemukan kelainan yang khas di dalam system limbic yang disebut hipokampus dan
amigdala yang mengakibatkan gangguan fungsi control terhadap agresi dan emosi. Hipokampus berpengaruh pada
fungsi belajar dan daya ingat sehingga bila hipokampus terganggu maka terjadi
kesulitan menyimpan informasi baru. Perilaku yang berulang-ulang, aneh dan
hiperaktif juga disebabkan gangguan hipokampus (Handojo, h. 14, 2003).
Penyebab autisme menurut hasil penelitian
antara lain :
a.
Vaksin yang mengandung
Thimerosal : Thimerosal adalah zat pengawet yang digunakan di berbagai vaksin.
Karena banyaknya kritikan, kini sudah banyak vaksin yang tidak lagi menggunakan
Thimerosal di negara maju.
b.
Televisi : Semakin maju
suatu negara, biasanya interaksi antara anak - orang tua semakin berkurang
karena berbagai hal. Sebagai kompensasinya, seringkali TV digunakan sebagai
penghibur anak. Ternyata ada kemungkinan bahwa TV bisa menjadi penyebab autisme
pada anak, terutama yang menjadi jarang bersosialisasi karenanya. Dampak TV
tidak dapat dipungkiri memang sangat dahsyat, tidak hanya kepada perorangan,
namun bahkan kepada masyarakat dan/atau negara.
c.
Genetik : Ini adalah dugaan
awal dari penyebab autisme telah lama diketahui bisa diturunkan dari orang tua
kepada anak-anaknya. Namun tidak itu saja, juga ada kemungkinan variasi-variasi
lainnya. Salah satu contohnya adalah bagaimana anak-anak yang lahir dari ayah
yang berusia lanjut memiliki peluang lebih besar untuk menderita autisme.
(walaupun sang ayah normal / bukan autis).
d.
Makanan : Pada tahun 1970-an, Dr.
Feingold dan kolega-koleganya menyaksikan peningkatan kasus ADHD dalam skala
yang sangat besar. Sebagai seseorang yang pernah hidup di era 20 / 30-an, dia
masih ingat bagaimana ADHD nyaris tidak ada sama sekali di zaman tersebut. Pada
intinya, berbagai zat kimia yang ada di makanan modern (pengawet, pewarna, dll)
dicurigai menjadi penyebab dari autisme pada beberapa kasus. Ketika zat-zat
tersebut dihilangkan dari makanan para penderita autisme, banyak yang kemudian
mengalami peningkatan situasi secara drastic
e.
Radiasi pada janin bayi :
Sebuah riset dalam skala besar di Swedia menunjukkan bahwa bayi yang terkena
gelombang Ultrasonic berlebihan akan cenderung menjadi kidal. Dengan makin
banyaknya radiasi di sekitar kita, ada kemungkinan radiasi juga berperan
menyebabkan autisme. Yang sudah jelas mudah untuk dihindari adalah USG - hindari
jika tidak perlu.
f.
Folic Acid : Zat ini biasa
diberikan kepada wanita hamil untuk mencegah cacat fisik pada janin. Dan
hasilnya memang cukup nyata, tingkat cacat pada janin turun sampai sebesar 30%.
Namun di lain pihak, tingkat autisme jadi meningkat. Pada saat ini penelitian
masih terus berlanjut mengenai ini. Sementara ini, yang mungkin bisa dilakukan
oleh para ibu hamil adalah tetap mengkonsumsi folic acid - namun tidak dalam
dosis yang sangat besar (normalnya wanita hamil diberikan dosis folic acid 4x
lipat dari dosis normal).
C. KARAKTERISTIK ANAK AUTIS
Anak autis mempunyai karakteristik dalam
bidang komunikasi, interaksi sosial, sensoris, pola bermain, perilaku dan emosi
:
a.
Komunikasi
1.
Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.
2.
Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah bicara tapi
kemudian sirna.
3.
Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
4.
Mengoceh tanpa arti berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dapat
dimengerti orang lain.
5.
Bicara tidak dipakai untuk alat komunikasi.
6.
Senang meniru atau membeo (echolalia).
7.
Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut
tanpa mengerti artinya.
8.
Sebagian dari anak ini tidak berbicara (non verbal) atau sedikit
berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa.
9.
Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia
inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.
b.
Interaksi Sosial
1.
Penyandang autistik lebih suka menyendiri.
2.
Tidak ada atau sedikit kontak mata atau menghindari untuk bertatapan.
3.
Tidak tertarik untuk bermain bersama teman.
4.
Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh.
c.
Gangguan Sensoris
1.
Sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.
2.
Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
3.
Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.
4.
Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut.
d.
Pola Bermain
1.
Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
2.
Tidak suka bermain dengan anak sebayanya.
3.
Tidak kreatif, tidak imajinatif.
4.
Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya
diputar-putar.
5.
Senang akan benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda.
6.
Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan
dibawa kemana-mana.
e.
Perilaku
1.
Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (deficit).
2.
Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang,
mengepakan tangan, berputar-putar dan melakukan gerakan yang berulang-ulang.
3.
Tidak suka pada perubahan.
4.
Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong.
f.
Emosi
1.
Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa
alasan.
2.
Tempertantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang tidak diberikan
keinginannya.
3.
Kadang suka menyerang dan merusak.
4.
Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri.
5.
Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.
Pada penderita autisme secara umum mengalami
tiga jenis kesulitan, yang sering disebut dengan the triad of impairments yaitu
:
A.
Interaksi social (kesulitan
dalam menjalin hubungan social, contohnya menjauh atau bersikap dingin dan
tidak menghiraukan orang lain )
B.
Komunikasi social
(kesulitan dalam komunikasi baik verbal maupun non-verbal, contohnya tidak
mengerti arti dari isyarat yang umum, ekspresi wajah, dan nada suara).
D. JENIS-JENIS TERAPI AUTISME
Ada beberapa terapi yang digunakan
untuk penanganan anak autis yaitu:
a.
Terapi Medikamentosa
adalah terapi dengan obat-obatan bertujuan memperbaiki komunikasi, memperbaiki
respon terhadap lingkungan, dan menghilangkan perilaku aneh serta
diulang-ulang.
b.
Terapi biomedis adalah
terapi bertujuan memperbaiki metabolisme tubuh melalui diet dan pemberian
suplemen.
c.
Terapi Wicara adalah
terapi untuk membantu anak autis melancarkan ototototmulut sehingga membantu
anak autis berbicara lebih baik.
d.
Terapi Perilaku adalah
metode untuk membentuk perilaku positif pada anak autis, terapi ini lebih
dikenal dengan nama ABA (Applied Behavior Analysis) atau metode Lovass.
e.
Terapi Okupasi adalah
terapi untuk melatih motorik halus anak autis. Terapi okupasi untuk membantu
menguatkan,memperbaiki koordinasi dan keterampilan ototnya.
f.
Terapi Bermain adalah
proses terapi psikologik pada anak, dimana alat permainan menjadi sarana utama
untuk mencapai tujuan.
g.
Terapi Sensory
Integration adalah pengorganisasian informasi melalui sensori-sensori
(sentuhan, gerakan, keseimbangan, penciuman, pengecapan, penglihatan dan pendengaran)
yang sangat berguna untuk menghasilkan respon yang bermakna.
h.
Terapi Auditory
Integration adalah terapi untuk anak autis agar pendengarannya
lebih sempurna.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Autis merupakan gangguan perkembangan saraf
yang komplek dan ditandai dengan kesulitan dalam interaksi sosial, komunikasi
dan perilaku terbatas, berulang-ulang dan karakter stereotip. Dalam hal ini,
belum ada yang tahu penyebab pasti dari autis. Namun, ada beberapa kemungkinan
dari penyebab autis akan tetapi hal ini tidak terbukti. Antara lain penyebab
yang diperkirakan seperti diet, perubahan saluran pencernaan dan keracunan
merkuri.
DAFTAR PUSTAKA
autis.info/index.php/artikel-makalah/artikelmakalah-bentuk-pdf
Autisme
– Pengertian, Penyebab, Gejala, Ciri & Terapi – JEVUSKA.html