Rabu, 20 April 2016

Makalah ABK (Autis)



BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Banyak wilayah di Indonesia, khususnya di daerah-daerah yang jauh dari pusat kota, di mana sebagian besar penduduknya mungkin belum mengetahui banyak informasi mengenai Autis. Para penderita gangguan ini mendapat perlakuan yang tidak selayaknya.Perlakuan yang tidak layak dalam konteks ini adalah mungkin dianggap ‘gila’ oleh masyarakat atau tidak mendapat perawatan yang tepat. Labeling inilah yang menghambat proses pengoptimalisasian potensi yang dimiliki anak-anak Autis. Tak jarang juga keluarga penderita juga mendapat atribusi yang tidak mengenakkan dari masyarakat.
Melalui makalah ini kami mencoba untuk memberi sedikit informasi mengenai karakteristik penderita, pendidikan apa yang dapat kita ajarkan pada para penderita,  juga penyebabnya. Dengan mengetahui penyebab gangguan, kami berharap dapat membawa wacana mengenai langkah preventif yang dapat dilakukan.

B.  RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas adapun rumusan maslah adalah sebagai berikut :
a.    Apa yang dimaksud dengan Autis?
b.    Apa sajakah penyebab dari Autis?
c.    Apa sajakah karakteristik penderita Autis?
d.   Apa sajakah terapi yang harus dilakukan penderita Autis?

C.  TUJUAN MAKALAH
Adapun tujuan makalah sebaga berikut :
a.    Agar dapat mengerti apa yang dimaksud dengan Autis
b.    Agar dapat mengetahuin penyebab dari Autis
c.    Agar dapat memahami karakteristik dari penderita Autis
d.   Agar dapat mengetahui terapi apa saja yang harus dilakukan oleh si penderita Autis


BAB II
PEMBAHASAN
A.  PENGERTIAN AUTIS
Autis berasal dari kata “Autos” yang berarti segala sesuatu yang mengarah pada diri sendiri. Dalam Kamus Lengkap Psikologi, Autisme didefinisikan sebagai berikut.
1.    Cara berpikir yang dikendalkan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri.
2.    Menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, menolak realitas.
3.    Keasyikan ekstrim dengan pikiran fantasi sendiri. (Chaplin, h.46, 2005)
Autistic disorder merupakan adanya gangguan atau abnormalitas perkembangan pada interaksi sosial dan komunikasi serta ditandai dengan terbatasnya aktifitas dan ketertarikan. Munculnya gangguan ini sangat tergantung pada tahap perkembangan dan usia kronologis individu. Autistic disorder kadang-kadang dianggap early infantile autism, childhood autsm, atau kanner’s autism.
Perilaku Autistic digolongkan kedalam dua jenis  yaitu perilaku eksesif (berlebihan) dan perilaku yang deficit (berkekurangan). Yang termasuk perilaku eksensif adalah hiperaktif dan tantrum (mengamuk) yaitu berupa menjerit, menggigit, mencakar, memukul dan sebagainya. Dan terkadang anak juga sering menyakiti dirinya sendiri (self-abused). Sedangkan perilaku deficit dapat ditandai dengan gangguan bicara, perilaku sosial kurang sesuai, deficit sensori sehingga dikira tuli, bermain tidak benar dan emosi yang tidak tepat, misalnya tertawa-tawa tanpa sebab, menangis tanpa sebab, dan melamun.
World Health Organization's International Classification of Diseases (ICD-10) mendefinisikan autisme (dalam hal ini khusus childhood autism) sebagai adanya ke abnormalan atau gangguan perkembangan yang muncul sebelum usia tiga tahun dengan tipe karakteristik tidak normalnya tiga bidang yaitu interkasi social, komunikasi, dan perilaku yang diulang-ulang (World Health Organozation, h. 253, 1992).
WHO juga mengklasifikasikan autisme sebagai gangguan perkembangan hasil dari gangguan pada system syaraf pusat manusia. Autisme dimulai pada awal masa kanak-kanak dan dapat diketahui pada minggu pertama kehidupan. Dapat ditemukan pada semua kelas social ekonomi maupun pada semua etnis dan ras. Penderita autisme sejak awal kehidupan tidak berhubungan dengan orang lain dengan cara yang biasa. Sangat terbatas pada kemampuan bahasa dan sangat terobsesi agar segala sesuatu tetap pada keadaan semula (sama).
Delapan puluh persen anak autis memiliki IQ dibawah 70 (Davison, h. 436-437, 1998) yang bisa digolongkan juga sebagai retardasi mental. Akan tetapi autisme berbeda dengan retardasi mental. Penderita retardasi mental menunjukkan hasil yang memprihatinkan pada semua bagian dari sebuah tes inteligensi. Berbeda dengan penderita autis, mereka mungkin menunjukkan hasil yang buruk pada hal yang berhubungan dengan bahasa tetapi mereka ada yang menunjukkan hasil yang baik pada kemampuan visual-spatial, perkalian empat digit atau memiliki long term memory yang baik. Mereka mungkin memiliki bakat besar yang tersembunyi.
Prevalensinya adalah 5 : 10.000 dengan perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 4 : 1. Jadi anak laki-laki memiliki kemungkinan mengidap autisme lebih besar dibanding anak perempuan.
B.  PENYEBAB AUTIS
Menurut CDC tidak ada yang tahu apa yang menyebabkan anak-anak menjadi autis. Para ilmuan berpikir bahwa ada hubungan genetic dan lingkungan. Untuk mengetahui penyebab pasti dari autism sangat sulit karena otak manusia sangat rumit. Otak mengandung sel saraf lebih dari 100 milyar neuron. Setiap neuron mungkin memiliki ratusan atau ribuan sambungan yang membawa pesan ke sel-sel saraf lain di otak dan tubuh. Neurotransmitter menjaga neuron bekerja sebagaimana mestinya, seperti Anda dapat melihat, merasakan, bergerak, mengingat, emosi pengalaman, berkomunikasi, dan melakukan banyak hal-hal penting lainnya.
Dalam otak anak-anak autisme, beberapa sel-sel dan koneksi tidak berkembang secara normal atau tidak terorganisir seperti seharusnya. Para ilmuan masih mencoba untuk memahami bagaimana dan mengapa hal ini terjadi.
Sejumlah kemungkinan penyebab autis antara lain sebagaiberkut :
1.    Diet
2.    Perubahan saluran pencernaan
3.    Keracunan merkuri
            Selain itu, adapun pendapat lain tentang penyebab autis yaitu menurut pendapat Bruno Bettelheim, dengan pendekatan Psikoanalisis dia berpendapat bahwa ketika seorang anak berhadapan dengan sebuah dunia yang tidak responsive yaitu yang merusak dan menyebabkan frustrasi, anak akan menarik diri dari orang lain (Kendall, h. 514, 1998). Tapi pendapat ini tidak banyak memberikan bukti ilmiah yang dibutuhkan untuk mendukung teori tersebut.
Melalui pendekatan behaviorisme, Ferster mengemukakan pendapat bahwa dikarenakan ketidakpedulian orang tua, khususnya ibu, menghentikan pembangunan hubungan yang menjadi reinforcerment bagi manusia untuk bersosialisasi (Davison, h. 444, 1998).
Akan tetapi autisme tampaknya tidak disebabkan oleh tingkah laku orang tua yang dingin, tidak peduli, maupun perilaku patologis lainnya.
Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh David Hansen dan Irving Gottesman dapat disimpulkan bahwa tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa factor genetic tidak sepenuhnya berperan dalam perkembangan autisme (Kendall, h. 514, 1998). Memang ditemukan kelainan kromosom pada anak autis, namun kelainan itu tidak selalu pada kromosom yang sama (Handojo, h. 14, 2003). 
Diyakini bahwa gangguan tersebut terjadi pada fase pembentukan organ-organ (organogenesis) yaitu pada usia kehamilan antara 0-4 bulan. Organ otak sendiri baru terbentuk pada usia kehamilan setelah 15 minggu. Pada kehamilan trisemester pertama yaitu 0-4 bulan factor pemicu autisme biasanya terdiri dari infeksi toxoplasma, rubella, candida, logam berat (Pb, Al, Hg, Cd), zat aditif (MSG, pengawet, pewarna), obat-obatan, jamu peluntur, muntah-muntah yang hebat (hiperemesis), pendarahan berat. Pada proses kelahiran yang lama di mana terjadi gangguan nutrisi dan oksigenasi pada janin ataupun pemakaian forsep juga dapat memicu terjadinya autisme. Sesudah lahir atau post-partum, autisme juga dapat terjadi karena pengaruh infeksi pada bayi, imunisasi MMR, dan hepatitis B, logam berat, zat pewarna, MSG, zat pengawet, protein susu sapi (kasein), dan protein tepung terigu (gluten). Pada sebuah studi, subjek autisme menunjukkan pengurangan aktifitas otak, otak penderita autisme sedikit lebih lebar dan berat dari pada orang normal, dan syaraf-syarafnya dideskripsikan sebagai tidak berkembang dengan matang. Dari penelitian yang dilakukan para pakar dari banyak Negara ditemukan beberapa fakta yaitu adanya kelainan anatomis pada lobus patietalis cerebellum dan system limbiknya 43 % penyandang autisme mempunyai kelainan pada lobus parietalis otaknya yang menyebabkan anak tidak peduli dengan lingkungannya. Kelainan juga ditemukan pada otak kecil yang berfungsi pada proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar berbahasa, dan proses atensi yaitu pada lobus ke VI dan VII. Sel purkinye juga sangat sedikit sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan dopamine yang mengakiatkan terjadinya gangguan penghantaran impuls di otak. Selain itu ditemukan kelainan yang khas di dalam system limbic yang disebut hipokampus dan amigdala yang mengakibatkan gangguan fungsi control terhadap agresi dan emosi. Hipokampus berpengaruh pada fungsi belajar dan daya ingat sehingga bila hipokampus terganggu maka terjadi kesulitan menyimpan informasi baru. Perilaku yang berulang-ulang, aneh dan hiperaktif juga disebabkan gangguan hipokampus (Handojo, h. 14, 2003).
Penyebab autisme menurut hasil penelitian antara lain :
a.       Vaksin yang mengandung Thimerosal : Thimerosal adalah zat pengawet yang digunakan di berbagai vaksin. Karena banyaknya kritikan, kini sudah banyak vaksin yang tidak lagi menggunakan Thimerosal di negara maju. 
b.      Televisi : Semakin maju suatu negara, biasanya interaksi antara anak - orang tua semakin berkurang karena berbagai hal. Sebagai kompensasinya, seringkali TV digunakan sebagai penghibur anak. Ternyata ada kemungkinan bahwa TV bisa menjadi penyebab autisme pada anak, terutama yang menjadi jarang bersosialisasi karenanya. Dampak TV tidak dapat dipungkiri memang sangat dahsyat, tidak hanya kepada perorangan, namun bahkan kepada masyarakat dan/atau negara.
c.       Genetik : Ini adalah dugaan awal dari penyebab autisme telah lama diketahui bisa diturunkan dari orang tua kepada anak-anaknya. Namun tidak itu saja, juga ada kemungkinan variasi-variasi lainnya. Salah satu contohnya adalah bagaimana anak-anak yang lahir dari ayah yang berusia lanjut memiliki peluang lebih besar untuk menderita autisme. (walaupun sang ayah normal / bukan autis).
d.      Makanan : Pada tahun 1970-an, Dr. Feingold dan kolega-koleganya menyaksikan peningkatan kasus ADHD dalam skala yang sangat besar. Sebagai seseorang yang pernah hidup di era 20 / 30-an, dia masih ingat bagaimana ADHD nyaris tidak ada sama sekali di zaman tersebut. Pada intinya, berbagai zat kimia yang ada di makanan modern (pengawet, pewarna, dll) dicurigai menjadi penyebab dari autisme pada beberapa kasus. Ketika zat-zat tersebut dihilangkan dari makanan para penderita autisme, banyak yang kemudian mengalami peningkatan situasi secara drastic
e.       Radiasi pada janin bayi : Sebuah riset dalam skala besar di Swedia menunjukkan bahwa bayi yang terkena gelombang Ultrasonic berlebihan akan cenderung menjadi kidal. Dengan makin banyaknya radiasi di sekitar kita, ada kemungkinan radiasi juga berperan menyebabkan autisme. Yang sudah jelas mudah untuk dihindari adalah USG - hindari jika tidak perlu. 
f.       Folic Acid : Zat ini biasa diberikan kepada wanita hamil untuk mencegah cacat fisik pada janin. Dan hasilnya memang cukup nyata, tingkat cacat pada janin turun sampai sebesar 30%. Namun di lain pihak, tingkat autisme jadi meningkat. Pada saat ini penelitian masih terus berlanjut mengenai ini. Sementara ini, yang mungkin bisa dilakukan oleh para ibu hamil adalah tetap mengkonsumsi folic acid - namun tidak dalam dosis yang sangat besar (normalnya wanita hamil diberikan dosis folic acid 4x lipat dari dosis normal). 

C.    KARAKTERISTIK ANAK AUTIS
            Anak autis mempunyai karakteristik dalam bidang komunikasi, interaksi sosial, sensoris, pola bermain, perilaku dan emosi :
a.       Komunikasi
1.      Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.
2.      Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah bicara tapi kemudian sirna.
3.      Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
4.      Mengoceh tanpa arti berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang lain.
5.      Bicara tidak dipakai untuk alat komunikasi.
6.      Senang meniru atau membeo (echolalia).
7.      Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut tanpa mengerti artinya.
8.      Sebagian dari anak ini tidak berbicara (non verbal) atau sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa.
9.      Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.
b.      Interaksi Sosial
1.      Penyandang autistik lebih suka menyendiri.
2.      Tidak ada atau sedikit kontak mata atau menghindari untuk bertatapan.
3.      Tidak tertarik untuk bermain bersama teman.
4.      Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh.
c.       Gangguan Sensoris
1.      Sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.
2.      Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
3.      Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.
4.      Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut.
d.      Pola Bermain
1.      Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
2.      Tidak suka bermain dengan anak sebayanya.
3.      Tidak kreatif, tidak imajinatif.
4.      Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar-putar.
5.      Senang akan benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda.
6.      Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana-mana.
e.       Perilaku
1.      Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (deficit).
2.      Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang, mengepakan tangan, berputar-putar dan melakukan gerakan yang berulang-ulang.
3.      Tidak suka pada perubahan.
4.      Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong.
f.       Emosi
1.      Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan.
2.      Tempertantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang tidak diberikan keinginannya.
3.      Kadang suka menyerang dan merusak.
4.      Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri.
5.      Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.
Pada penderita autisme secara umum mengalami tiga jenis kesulitan, yang sering disebut dengan the triad of impairments yaitu :
A.    Interaksi social (kesulitan dalam menjalin hubungan social, contohnya menjauh atau bersikap dingin dan tidak menghiraukan orang lain )
B.     Komunikasi social (kesulitan dalam komunikasi baik verbal maupun non-verbal, contohnya tidak mengerti arti dari isyarat yang umum, ekspresi wajah, dan nada suara).

D.    JENIS-JENIS TERAPI AUTISME
Ada beberapa terapi yang digunakan untuk penanganan anak autis yaitu:
a.       Terapi Medikamentosa adalah terapi dengan obat-obatan bertujuan memperbaiki komunikasi, memperbaiki respon terhadap lingkungan, dan menghilangkan perilaku aneh serta diulang-ulang.
b.      Terapi biomedis adalah terapi bertujuan memperbaiki metabolisme tubuh melalui diet dan pemberian suplemen.
c.       Terapi Wicara adalah terapi untuk membantu anak autis melancarkan ototototmulut sehingga membantu anak autis berbicara lebih baik.
d.      Terapi Perilaku adalah metode untuk membentuk perilaku positif pada anak autis, terapi ini lebih dikenal dengan nama ABA (Applied Behavior Analysis) atau metode Lovass.
e.       Terapi Okupasi adalah terapi untuk melatih motorik halus anak autis. Terapi okupasi untuk membantu menguatkan,memperbaiki koordinasi dan keterampilan ototnya.
f.       Terapi Bermain adalah proses terapi psikologik pada anak, dimana alat permainan menjadi sarana utama untuk mencapai tujuan.
g.      Terapi Sensory Integration adalah pengorganisasian informasi melalui sensori-sensori (sentuhan, gerakan, keseimbangan, penciuman, pengecapan, penglihatan dan pendengaran) yang sangat berguna untuk menghasilkan respon yang bermakna.
h.      Terapi Auditory Integration adalah terapi untuk anak autis agar pendengarannya
lebih sempurna.




BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Autis merupakan gangguan perkembangan saraf yang komplek dan ditandai dengan kesulitan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku terbatas, berulang-ulang dan karakter stereotip. Dalam hal ini, belum ada yang tahu penyebab pasti dari autis. Namun, ada beberapa kemungkinan dari penyebab autis akan tetapi hal ini tidak terbukti. Antara lain penyebab yang diperkirakan seperti diet, perubahan saluran pencernaan dan keracunan merkuri.






DAFTAR PUSTAKA
autis.info/index.php/artikel-makalah/artikelmakalah-bentuk-pdf
Autisme – Pengertian, Penyebab, Gejala, Ciri & Terapi – JEVUSKA.html